Mengekspresikan Gratitude Untuk Meningkatkan Perilaku Prososial

Tiffani Amalia Rahman
4 min readNov 30, 2020

Dalam salah satu mata kuliah, aku dan teman-teman melakukan eksperimen sosial mengenai intensi perilaku menolong di tempat umum. Pada eksperimen ini, salah satu dari kami berperan menjadi seorang agent yang sedang kesulitan membawa banyak barang dan membutuhkan bantuan. Hasilnya, sebagian besar orang-orang yang ada di tempat umum tersebut mengabaikan kesulitan yang dialami oleh agent, beberapa dari mereka hanya melihat lalu pergi begitu saja.

Berikutnya, kami mewawancarai orang-orang yang berada di tempat tersebut untuk mengetahui alasannya. Sebagian besar partisipan berpendapat bahwa menolong orang lain ini tidak akan memberikan keuntungan langsung bagi dirinya. Beberapa partisipan juga mengatakan bahwa mereka merasa tidak aman untuk menolong karena takut menjadi sasaran penipuan. Hal ini menunjukkan adanya penurunan intensi dan perilaku prososial (membantu) di masyarakat sekitar.

Ada beberapa penjelasan mengapa intensi dan perilaku prososial di masyarakat ini menurun. Salah satunya adalah karena pertolongan yang mereka berikan dirasa tidak memberikan dampak apa-apa dan merasa tidak dihargai.

Manusia memiliki kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan, sehingga ketika mereka merasa bantuannya tidak dihargai, maka kebutuhan untuk dihargai tersebut tidak terpenuhi. Hal inilah yang membuat intensi atau niat orang-orang untuk membantu lagi di masa depan menjadi berkurang. Contohnya, ada seseorang yang memberikan bantuan amal kepada orang yang membutuhkan melalui kanal penggalangan dana daring. Kemudian ia menemukan bahwa orang yang dibantu tersebut merupakan seorang penipu, akhirnya ia malah ragu-ragu untuk kembali menolong orang lain. Hal ini membuat orang tersebut mempersepsikan bahwa menolong tidak membawa konsekuensi yang menyenangkan bagi dirinya.

Penjelasan ilmiah terkait penurunan motivasi untuk melakukan perilaku prososial atau menolong ini bisa dijelaskan berdasarkan berdasarkan prinsip learning, yaitu operant conditioning. Operant conditioning adalah suatu bentuk pembelajaran (learning) dimana jika seseorang melakukan perilaku tertentu, dan konsekuensi yang mengikuti perilaku tersebut dapat meningkatkan atau mengurangi kemungkinan orang tersebut akan kembali melakukan perilaku yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa konsekuensi yang mengikuti suatu perilaku bisa menentukan perilaku tersebut akan diulangi kembali atau tidak oleh orang-orang.

Dalam operant conditioning, konsekuensi yang mengikuti perilaku terdiri dari dua yaitu reinforcement dan punishment. Reinforcement adalah konsekuensi yang meningkatkan peluang perilaku tersebut akan diulangi kembali. Misalnya, anak kecil yang diberi permen setelah merapikan mainannya menjadi terbiasa merapikan mainan agar mendapat permen. Oleh karena itu permen adalah reinforcement atas perilaku merapikan mainan.

Sedangkan punishment adalah konsekuensi yang menurunkan kemungkinan perilaku tersebut untuk dilakukan kembali. Berdasarkan prinsip ini, jika perilaku prososial tersebut diikuti oleh konsekuensi yang tidak menyenangkan (punishing) seperti merasa dirugikan, maka perilaku prososial tersebut cenderung tidak diulangi kembali.

Jika kita ingin membuat perilaku prososial di masyarakat meningkat, kita perlu memikirkan konsekuensi yang mengikuti perilaku prososial tersebut agar diperkuat atau diulangi kembali. Untuk mencapai tujuan ini, bisa dengan membuat perilaku prososial tersebut menjadi rewarding. Lalu bagaimana kita bisa membuat perilaku prososial menjadi rewarding bagi pelakunya? Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengekspresikan gratitude kepada pelaku prososial. Hal ini mungkin terdengar sederhana, namun ternyata memiliki dampak yang besar.

First thing first, lets define what is gratitude. Gratitude merupakan reaksi emosional yang positif terhadap penerimaan manfaat dan kebaikan yang dipersepsi berasal dari niat baik orang lain. McCullough dkk (2001) mengemukakan bahwa mengekspresikan rasa syukur dan terima kasih (gratitude) bisa meningkatkan dan mendorong individu untuk melakukan perilaku prososial. Haven’t you thought that simply say thank you, really means a lot to them?

Ada beberapa penjelasan mengapa mengekspresikan gratitude kepada pemberi bantuan (helper) dapat meningkatkan perilaku prososial bagi helper tersebut. Menerima gratitude dari orang lain menimbulkan perasaan dan emosi positif yang rewarding bagi pelaku prososial. Efek emosi positif yang dirasakan ini menjelaskan mengapa gratitude atau ekspresi syukur bisa meningkatkan perilaku prososial. Berdasarkan penjelasan ini, orang akan melakukan perilaku prososial karena rasa syukur yang dirasakannya membuat suasana hati mereka menjadi positif.

Peneliti lain juga mengemukakan bahwa dengan menunjukkan rasa terima kasih kepada pemberi bantuan bisa meningkatkan self-efficacy dan social worth pelaku prososial. Manusia memiliki motivasi dasar yaitu untuk motivasi agentic ─ dorongan untuk merasa kompeten dan mampu, dan motivasi communal ─ yaitu motivasi agar dihargai dan terhubung dengan orang-orang di sekitarnya.

Dengan mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah membantu, hal tersebut membuat helper merasa bahwa perilakunya berdampak dan memberikan kontribusi bagi orang lain. Hal ini meningkatkan self-efficacy pemberi bantuan. Mengekspresikan rasa terima kasih juga membuat pelaku prososial merasa bahwa dirinya dihargai oleh lingkungannya, khususnya dari penerima bantuan. Hal ini memenuhi kebutuhan individu akan dihargai oleh lingkungan sekitarnya sehingga meningkatkan social worth pelaku prososial.

Perasaan syukur (gratitude) juga meningkatkan perilaku prososial bagi helpee atau penerima bantuan. Saat individu menerima bantuan dan merasa bersyukur, ia cenderung akan mengikuti norma resiprositas yang ada di masyarakat. Norma resiprositas mengisyaratkan bahwa saat menerima bantuan, hadiah, dan kebaikan lainnya kita diharuskan untuk membayar kembali kebaikan tersebut. Norma resiprositas ini juga mengharuskan helpee untuk membalas bantuan kepada helper-nya. Saat individu menerima bantuan dari orang lain, ia cenderung akan membalas kebaikan tersebut baik kepada helper, sehingga perilaku prososial juga meningkat bagi helpee.

Selain itu penelitian Grants dan Gino (2010) mengemukakan bahwa merasakan syukur karena diberi bantuan tidak hanya mendorong individu untuk membantu helper-nya tetapi juga membantu orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa mengekspresikan gratitude dapat berdampak bagi pemberi bantuan maupun penerima bantuan.

Dari penjelasan sebelumnya, kita tahu bahwa mengekspresikan gratitude kepada orang yang telah membantu kita bisa meningkatkan perilaku prososial di masyarakat. Merasakan gratitude juga mendorong penerima bantuan untuk melakukan perilaku prososial sebagai bentuk balas budi. Hal ini menunjukkan bahwa gratitude atau rasa syukur mendorong perilaku prososial baik bagi penerima bantuan (helpee) maupun kepada pemberi bantuan (helper).

Kita dapat terus mendorong perilaku prososial ini tetap ada di masyarakat dengan bersyukur atas bantuan yang kita terima, maupun dengan mengekspresikan rasa syukur terhadap orang yang telah memberikan kita bantuan sebagai bentuk apresiasi. Hal ini membuat kebaikan tidak terputus di tangan kita, melainkan menjadi rantai yang akan terus menerus terjadi di masyarakat.

Note: tulisan ini di-submit untuk kompetisi esai psikologi nasional dan diunggah ulang di Medium dengan beberapa penyuntingan. Terinspirasi oleh kebaikan seorang kawan yang pengasih dan peduli sehingga membuat saya ingin terus menebarkan kebaikan bagi sesama. Naskah asli dapat dibaca pada laman berikut: https://bit.ly/Tiff-buletinkpin

--

--

Tiffani Amalia Rahman

The human mind and emotion caught my attention and curiosity. Hence I untangle the intertwine between these two through lenses of my story